Cerita Kiskenda Kanda

Buku keempat dibuka dengan Rama yang berduka cita karena kehilangan istrinya. Meskipun demikian, Rama tidak larut dalam hal tersebut dan bergegas menemui Sugriwa, seperti yang disarankan oleh seseorang yang ditolong Rama di buku ketiga. 

Rama segera menemukan Sugriwa di tempat persembunyiannya di hutan. Awalnya, Sugriwa curiga pada Rama. Ia mengira Rama adalah mata-mata yang dikirim kakaknya, Subali, untuk membalas dendam. Hanuman, anak buah Sugriwa diperintahkan untuk menyelidiki kedua bersaudara tersebut. Hanuman pun menyamar menjadi seorang brahmana dan mencari tau tentang Rama dan Laksmana. Setelah memastikan bahwa mereka bukanlah musuh, Hanuman membawa dua bersaudara itu ke hadapan Sugriwa. 

Sugriwa meminta Rama untuk menyelesaikan masalahnya dengan Subali, kakaknya. Ia dikejar-kejar oleh pasukan Subali, hingga harus kabur ke dalam hutan tanpa istri dan keluarganya. Rama meminta Subali untuk menceritakan alasan kenapa mereka berdua sampai berselisih paham. Subali menjelaskan bahwa penyebabnya adalah seorang wanita yang menjadi rebutan antara Subali dan seorang raksasa bernama Mayawi. Mayawi menantang Subali untuk bertanding dengannya, yang ditanggapi Subali dengan senang hati. Sugriwa dan istri-istri Subali (Oh ya, jangan kaget kalau mereka punya banyak istri. Di zaman itu memang begitu adatnya lho... ;p) mencegahnya, tetapi Subali tak mau menurut. Sugriwa mengikuti abangnya itu karena ia menyayangi Subali. Mayawi kabur begitu tau yang akan dihadapinya tidak hanya Subali, tetapi juga Sugriwa.

Subali dan Sugriwa mengejar Mayawi hingga masuk ke dalam hutan. Mayawi masuk ke dalam gua, dan atas perintah Subali, Sugriwa menunggu di pinggir gua sementara Subali masuk dan bertarung dengan Mayawi. Selama setahun penuh Sugriwa menunggu di pintu masuk gua tanpa mendengar sedikitpun kabar. Hingga pada suatu hari, terdengar suara pekik peperangan dari dalam hutan, bersama darah yang mengalir ke luar gua. Sugriwa mengira, abangnya telah tewas terbunuh, karena setelah itu tak terdengar suara Subali dari dalam gua. Sugriwa bergegas menutup pintu gua supaya Mayawi tidak dapat keluar. Setelah itu, ia pulang ke kerajaannya, Kiskenda, dan memerintah di sana dengan adil dan bijaksana. 

Namun ternyata, Subali masih hidup. Ia sangat marah kepada Sugriwa yang dianggapnya telah merebut tahtanya. Ia memaki, memarahi, bahkan menyiksa Sugriwa. Sugriwa meminta maaf sepenuh hati kepada kakaknya itu, tetapi Subali telah buta oleh amarah, hingga tak mau mendengar adiknya itu. Sugriwa pun kabur ke hutan, dimana Subali tak dapat mengejarnya karena sebuah kutukan.

Rama berjanji kepada sahabat barunya itu untuk menolongnya. Mereka ke Kiskenda bersama-sama dan menantang Subali. Pertarungan dahsyat di antara keduanya tak dapat terelakkan. Mereka bertarung, hingga Sugriwa terdesak. Rama menyaksikan pertarungan itu dari jarak jauh, siap dengan busurnya untuk membunuh Subali. Tetapi, fisik keduanya begitu serupa, hingga Rama tak berani mengambil resiko memanah dan yang terbunuh justru Sugriwa, bukan Subali. Sugriwa semakin terdesak dan hampir terbunuh. Untungnya, ia berhasil melarikan diri ke dalam hutan. 

Sugriwa sangat marah kepada Rama yang tidak menolongnya padahal ia sudah hampir kalah. Rama meminta maaf dan berkata bahwa ia tak dapat membedakan mereka berdua. Rama kemudian meminta kepada Sugriwa untuk bertarung sekali lagi. Ia berjanji bahwa kali ini ia tak akan salah mengenali mereka berdua. Sugriwa menuruti kata-kata Rama, dan kembali menantang Subali di Kiskenda.

Tara, istri Subali, menasehati suaminya agar tak terpancing tantangan Sugriwa. Sugriwa pasti dibantu oleh seseorang, karena jika sendirian ia tak akan bisa menandingi Subali. Subali yang memang pada dasarnya berpikiran pendek dan tak mau kalah, tak mendengar nasehat istrinya. Ia menerima tantangan Sugriwa untuk bertarung dengannya.

Di tengah-tengah pertarungan, Rama memanah Subali dengan busur saktinya. Subali jatuh ke tanah dalam sekejap. Dalam keadaan sekarat, Subali memaki Rama yang dianggapnya ikut campur urusan keluarga mereka. Rama juga tidak bertindak layaknya ksatria karena menusuknya dari belakang. Ia tidak pernah bermusuhan dengan Rama, tak pernah menyerang kota tempat Rama tinggal, tetapi Rama memperlakukannya dengan keji. 

Rama terdiam mendengar kata-kata Subali yang sekarat, lalu mulai menjelaskan berbagai macam kesalahan Subali seperti tak bersikap adil kepada adiknya dan juga merebut istri Sugriwa. Rama juga mengingatkan arti darma kepada Subali. Subali menyadari kesalahannya, ia meminta maaf kepada Sugriwa lalu meminta adiknya itu untuk menjaga anak kesayangannya, Anggada. Tak lama kemudian, Subali pun menghembuskan nafas terakhirnya.

Sebelum saya melanjutkan cerita, saya tergelitik untuk menyampaikan beberapa hal di sini. Pertama, cerita tentang pertarungan Subali dan Sugriwa. Saya pernah mendengar cerita ini sebelumnya, kalau tidak salah ketika SD dulu. Saya kemudian browsing dan dapat cerita versi pewayangannya. Di versi tersebut, ternyata Subali bertarung dengan dua orang raksasa. Sugriwa diperintah untuk menjaga gua, dan harus menutup gua itu jika ia melihat cairan putih yang keluar dari dalam gua. Cairan putih berarti Subali yang mati, sementara merah, jika para raksasa yang mati. Setelah pertarungan panjang (dalam versi ini tiga hari tiga malam, bukan setahun), dari dalam gua keluarlah cairan merah dan putih secara bersamaan. Sugriwa bergegas menutup pintu gua dan pulang ke Kiskenda. Ternyata, Subali masih hidup. Cairan putih yang keluar itu ternyata berasal dari otak raksasa yang kepalanya diadu oleh Subali.... #nahanmuntah

Kedua, adegan pertarungan Subali dan Sugriwa di Kiskenda. Sugriwa kalah di pertarungan pertama, karena Rama tak bisa membedakan mereka berdua. Di versi Ramayana yang saya baca ini, Rama berkata pada Sugriwa bahwa ia tak akan salah membedakan mereka berdua lagi. Jujur saja, saya bingung bagaimana Rama bisa melakukannya, karena tak dijelaskan di situ. Saya pun mencari-cari, dan ternyata ada versi Ramayana yang menyebutkan bahwa Rama memberikan kalung bunga kepada Sugriwa sebagai penanda (kalau dalam pewayangan Rama memberinya janur kuning). Dengan itu, Rama bisa dengan mudah membedakan mereka berdua, dan membunuh Subali. 

Versi kedua yang sebenarnya lebih saya suka. Karena lebih masuk akal. Soalnya, Rama baru mengenal Sugriwa, sehingga pastilah sulit bagi dia untuk membedakan mereka berdua. Apalagi, Subali dan Sugriwa adalah saudara kembar. Yah, saya agak berkerut sebenarnya ketika sampai di bagian itu. Tapi, saya abaikan saja. Hahaha

Selanjutnya, yang ketiga adalah adegan ketika Subali sekarat. Subali yang sekarat memaki Rama dengan kata-kata yang pedas namun jujur. Sejujurnya, saya sendiri pun menganggap tindakan Rama itu pengecut. Seharusnya, jika memang Rama berniat untuk membunuh Subali, ia ikut menantang Subali secara terang-terangan dan bukan menyerahkannya kepada Sugriwa untuk bertarung seorang diri. Saya berbicara di sini tentunya sebagai seorang manusia yang awam dengan segala macam hal mengenai peperangan. Terpikir dalam benak saya, kalau seandainya kejadian itu dibalik. Subalilah yang baik, sementara Sugriwa dan Rama adalah orang jahat, kita tentu akan langsung mencap itu sebagai sesuatu hal yang sangat pengecut. Bersembunyi di balik layar, dan menyerang ketika musuh lengah. Jujur saja, saya tidak suka dengan tindakan Rama di sini.

Di versi yang saya baca ini, Rama juga bersikap sebagai orang yang lebih tinggi kedudukannya daripada Subali yang hanya seorang wanara (arti harfiahnya manusia hutan. Di dalam Ramayana, digambarkan sebagai kera). Saya dibesarkan di dalam agama yang menganggap semua manusia itu sama kedudukannya, sehingga saya tidak suka juga dengan sikap Rama yang seperti ini. Apalagi sebelumnya dijelaskan bahwa kata wanara mungkin sebenarnya merujuk kepada bangsa Dravida yang tinggal di hutan (hayoo, diingat lagi pelajarannya waktu SMA dulu... xD). Penggambaran mereka sebagai kera saja sudah terasa merendahkan bagi saya. Ditambah lagi dengan adanya perbedaan bahwa bangsa Dravida dianggap lebih rendah kedudukannya dibanding bangsa Arya. 

Usut punya usut (kebanyakan dari Mbah Wiki, sih...), ternyata ada versi yang menerangkan bahwa setelah Subali memaki Rama yang dianggapnya pengecut itu, Rama menjelaskan kepada Subali bahwa ia memang bersalah. Karena kalau memang Subali adalah orang yang tidak berdosa, panah Rama tidak akan bisa melukai Subali, dan justru akan berbalik melukai Rama. Lagi-lagi, saya lebih menyukai versi yang kedua ini. Meskipun demikian, tetap saja dalam hati saya tak bisa memaafkan perbuatan Rama yang menyerang Subali dari belakang. Owh! I hate backstabbing!! #curcol

Kembali ke kisah di buku keempat ini. Sugriwa yang sekarang diangkat menjadi raja Kiskenda ternyata jadi lupa diri dan melupakan janjinya kepada Rama. Laksmana pun diutus Rama untuk mengingatkan Sugriwa akan janjinya. Sugriwa sadar akan kelalaiannya dan mulai memerintahkan rakyatnya untuk berpencar mencari Sita. Ia membagi pasukannya ke seluruh penjuru mata angin dan harus membawa kabar sesegera mungkin. Semua pasukan kembali tanpa hasil. Mereka tak dapat menemukan Sita. Harapan mereka semua kini tertumpu pada Hanuman yang belum kembali ke Kiskenda. Harapan itu tak sia-sia, karena Hanuman menemukan jalan ke Alengka.

Cerita ini saya ambil dari teman saya : Made Niki

Posting Komentar

0 Komentar